Sabtu, 30 April 2011

SIULAN







Sajak-sajak A. TRMIDZI MAS'UD
A.Tirmidzi Mas’ud, Lahir di Sumenep 17 mei 1977. Pendidikannya Sejak MI (setara SD) sampai perguruan tinggi ia tempuh di kota kelahirannya, tamat tahun 2004. Aktif di IPNU sebagai pengurus ANCAB Gapura (1992-1995), Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Madura “AMPERA” (1998). Menjabat sebagai sekretaris majalah CITA STIKA (1997-1998). Pendiri sekaligus Ketum Pusat Istighatsah Jum’at Manis Sumenep Madura (1999-sekarang). Kepala sekolah di SMA Pesantren Al-In’am Madura (2003-2008, 2010-2015). Pembina sanggar Conglet (2005-sekarang). Saat ini ia juga tercatat sebagai sekretaris umum DPD NASDEM kab. Sumenep. Dll. Riwayat kepenulisannya di mulai sejak di bangku Madrasah Tsanawiyah NASA Sumenep.

RINTIHAN JIWA

lembaran hari-harimu
selalu mengisahkan tentang kerunyaman
Negeri ini, hingga Bapak-Bapak
kita tak kuasa membacanya
atau…
memang sengaja tak mau baca.

sejuta jiwa yang merintih menadahkan tangan
diiringi banjir air mata
yang mengalir di bawah sepatu
kesewenang-wenangan penguasa,
tak lagi terdengar dan terlihat,
sebab, udara Negeri ini pengap.

kami cuma ingin berkata
beri kesempatan kami bersuara,
bahwa keadilan, hak asasi
demokrasi hanyalah
fatamorgana belaka.

Sumenep, 1997


KAKI LANGIT

Di teluk talongo ini, aku
Persembahkan sebuah kata sendu
Sebagai lukisan hati yang sedang pilu
Lantaran antara kau dan aku
Tak kunjung bersatu
Karena di putih matamu tak ada aku
Birunya langit tak mampu
Menghapus bercak merah dalam dada
Sebab hembusan bayu segara tak bisa
Mengusir lara yang telah menjelma luka.

Kau adalah kau
Aku adalah aku
Di antara kita tak mungkin bersua.

Teluk Talango, 2001



Sajak-sajak ANSHORI SAPU JAGAD
Anshori Sapu Jagad, Penyair kelahiran Sumenep Madura, perintis Lembaga Kajian Sastra Arus Sungai (LEKSAS) Kalimantan Timur. Berbagai tulisannya sebagian tersebar di media massa, baik lokal maupun nasional.

JEJAK

Seperti payudara beranjak usia
Memaknai jejaknya sendiri
Tak dengar cakap
metafora kepergian, hanya jadi penangkal maujud
Kesedihan bertemu kesedihan
(masa bodoh:lihat)
Waktu datang sekali pergi meninggalkan jejak
Selagi bersayap transparan
Sihir-menyihir keinginan antusias seperti chairil mau
Sendiri sebagai pemula
Kemasi kegembiraan
Sebab kunang-kunang menerangi perutnya
Dan tak member i jalan :
mari lupakan rumah berlampu sebelum
Para penghuni tau, sebentar lagi
Layar tanpa jalan

2010


MARIA DI GARIS PERBATASAN SUNGAI NUN


adalah maria
yang berjanji akan mengembalikan langkah-
langkah yang tak pasti di tiang kayu penyaliban

katanya: memakan tangis bukan persoalan utama

aku semakin bingung
pada kebenaran yang tak pasti
sementara perahu dayung terus melaju
sampai shalawat menemui nabinya

atas namamu : maria
maka aku tak akan layu
meski telah kau minum
darahku
sebagai tumbal kemesraan langit

2010


SILFI, MENDEKAP HALAMAN DERITA

Genit suaramu
Pahatkan di atas roda angin
Main tikam dengan matahari
Terus memburu dan merayu
Merampung air mata di jajah perih

Silfi
Buka kedua tangan sebagai bukti
Dalam ringkik-merangkak
Membuka album masa dan rasa
Sebab cinta telah merayakan wajahmu
Jangan mati mendekap halaman derita

Paseran, 08 Agustus 2008



Sajak-sajak SELENDANG SULAIMAN
Selendang Sulaiman, kelahiran Madura 18-10-1989. Alumnus S Conglet PP Al-in'am Sumenep Madura. Aktif di forum kajian sastra Kutub Yogyakarta. Sekarang tercatat sebagai mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan kalijagaYogyakarta. aktif berteater di Sanggar NUUN Yogyakarta. karya-karyanya terpublikasikan di berbagai media, diantaranya; suara karya jakarta, Harian Jogja, Koran Merapi, Harian Joglosemar dan terbit dalam antologi Mazhab Kutub Yogyakarta, Antologi Purnama Majapahit Mojokreto. saat ini masih berselingkuh dengan dunia aktivis gerakan mahasiswa, sebagai Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Adab dan Ilmu Budaya.


KUATRIN RINDU MAMA

Mama, sepi nian hari dan malam-malamku,
dimana waktu sudutkan hidup
ke bilik kosong tanpa lubang
hampa sambutmu, sesirna sinar membinar

Mama, aku merindu,
rindu yang membuatku menangis tanpa lenguh.
Rindu wajahmu aura surga sang ibu
Pun bening matamu yang intan berkilau.

Mama, ketika musim dingin menyergap,
tubuhku dingin disaput rindu angin
tidur tak lelap terbayang selimut
di ranjangmu tempat aku memasung dosa

Mama, hasratku memuncak himalaya
Sekedar merapatkan senyum di bibirmu,
Sedang birahiku menguap libido insani
Menembus puing-puing di bilik harmoni

Yogyakarta, 2009



ORNAMEN YANG LAIN

Diksi dan metafor tiada lebih sakral dari air mata.
muntahan kata-kata sebatas sampah basah di wajah rembulan dan
Seleksa pagi akan ranum jika pada sang fajar tersirat sesuit bibirmu.

Yogyakarta, agustus-september ’09



AMNESIA II

Hanya kenang berenang di lautan
Ibu yang mengiris bawang di dapur
Aku yang tertunduk dijatuhkan mendung tebal
Tenggelam dalam putihnya selilit seluet kata

Kata-kata yang kabur lari dari huruf-huruf
Raib menyalip separuh sukma yang maya
Menjelma gugusan raga di tiang kematian
Tanpa nama tanpa rupa tanpa ingatan

Hanya kenang berenang di lautan
Bapak yang meraup keringat di pangkal cangkul
Aku yang meringkuk dirangkul hujan di tengah matahari
Hanyut dalam gelombang kata-kata mendengkur tubuh sendiri

Jogja 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar