Sabtu, 30 April 2011

WARTA

Awas,
BAHAYA HUJAN!



        Pernahkah saudara mendengar kata-kata seperti berikut ini: maaf, saya telat. Nunggu hujan reda. Atau, Di luar sedang hujan, jadi saya tak bisa hadir. Atau, Wah saya lagi kejebak hujan. Atau, Kalau tidak hujan saya pasti hadir. Dan sebagainya.

        Jelas ini bukan fenomena baru tapi barangkali sebagian orang baru menyadarinya, hujan akhirnya seolah menjadi sesuatu yang menakutkan, pun kerap kali menjadi kambing hitam entah atas ketidak-sanggupan melakukan sesuatu maupun sekedar karena malas. Seperti baru ketemu hujan saja sehingga kita merasa keteteran setiap kali menghadapinya.
        Bukankah hujan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hanyalah titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan. Dalam hal ini, lalu apa masalahnya? Apa yang membuat kita tidak bisa berfikir sederhana tentang hujan? Ada apa dengan hujan atau dengan kita sendiri?

***

        Puji sukur kepada Yang Maha Kuat atas segala limpahan daya dan upaya untuk apa pun aktifitas yang sedang kita semua kerjakan. Terima kasih untuk kawan,sodara,tetangga, dan semua yang telah senantiasa sudi mengapresiasi Buletin Sastra Jalan Setapak (SAJAK) edisi ke-2, 30 April 2011, baik sebagai penyumbang tulisan maupun pembaca sekalian. Semangat belajar, terus membaca, tetap menulis, redaksi menunggu karya-karya berharga itu.
        Adapun materi TUKAR PIKIRAN edisi ke-3, 31 mei 2011 adalah cerpen LELAYANG RINDU karya Gamang Beret. Sekian dan terima kasih.

        Salam jabat tangan paling hangat.

Redaksi, 30 April 2011
Bona P. Silaban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar